Powered By Blogger

Jumat, 12 Juli 2013

MAKNA PAWIWAHAN

PAWIWAHAN MENURUT  HINDU BALI

*      PENGERTIAN PERKAWINAN/PAWIWAHAN:
Perkawinan ialah ikatan sekala niskala (lahir batin) antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal (satya Alaki rabi).  
Kitab Manavadharmasastra menyatakan bahwa tujuan wiwaha meliputi:
Dharmasampati yang berarti bahwa pernikahan merupakan salah satu dharma yang harus dilaksanakan sebagai umat Hindu sesuai dengan ajaran Catur Ashrama, sehingga pasangan suami istri melaksanakan: Dharmasastra, Artasastra, dan Kamasastra. Jika dikaitkan dengan Catur Purusaarta, maka pada masa Grhasta manusia Hindu telah melaksanakan Tripurusa, yaitu Dharma, Artha, dan Kama. Purusa keempat (Moksa) akan sempurna dilaksanakan bila telah melampaui masa Grhasta yaitu Wanaprasta dan Saniyasin. Melalui pernikahan ini juga kedua mempelai diberikan jalan untuk dapat melaksanakan dharma secara utuh seperti dharma seorang suami atau istri, dharma sebagai orang tua, dharma seorang menantu, dharma sebagai ipar, dharma sebagai anggota masyarakat sosial, dharma sebagai umat, dll.
Perkawinan pada hakikatnya adalah suatu yadnya guna memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali dalam rangka memperbaiki karmanya. Dalam kitab suci Sarasamuscaya sloka 2 disebutkan
“Ri sakwehning sarwa bhuta, iking janma wang juga wenang gumaweakenikang subha asubha karma, kunang panentasakena ring subha karma juga ikang asubha karma pahalaning dadi wang”
artinya:
dari demikian banyaknya semua mahluk yang hidup, yang dilahirkan sebagai manusia itu saja yang dapat berbuat baik atau buruk. Adapun untuk peleburan perbuatan buruk ke dalam perbuatan yang baik, itu adalah manfaat jadi manusia.
Berkait dengan sloka tersebut, karma hanya dengan menjelma sebagai manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya, demikian disebutkan dalam Slokantara.
Susunan Perkawinan menantu garis kepurusaan (patrilinial). Sudah mencapai usia deha- teruna sedapat mungkin disesuaikan dengan Undang- undang No.: l tahun 1974. Adanya persetujuan kedua belah pihak calon mempelai. Gamya gamana yang berarti hubungan kekeluargaan vertikal horisontal dan pertalian semenda yang terdekat sampai batas- batas tertentu.

Cara melangsungkan Perkawinan.
 Cara melangsungkan Perkawinan ada 2 (dua) cara :
1.        Dengan cara biasa seperti: Pepadikan, ngerorod, jejangkepan, ngunggahin.
2.        Dengan cara khusus yaitu dengan cara nyeburin.
Sahnya Perkawinan Adanya penyangaskara dengan bhuta saksi dan Dewa saksi.  Adanya manusa saksi yaitu persaksian dari prajuru Adat. Akibat Hukum Perkawinan  Dalam Perkawinan biasa laki- laki berstatus sebagai purusa. Dalam perkawinan nyeburin, yang wanita berstatus purusa. Anak- anak yang lahir dari perkawinan termasuk keluarga purusa.
*      Tujuan Perkawinan / Wiwaha
Tujuan pokok perkawinan adalah terwujudnya keluarga yang berbahagia lahir bathin. Kebahagiaan ini ditunjang oleh unsur-unsur material dan non material.
Unsur material adalah tercukupinya kebutuhan sandang, pangan, dan papan/ perumahan (yang semuanya disebut Artha).
Unsur non material adalah rasa kedekatan dengan Hyang Widhi (yang disebut Dharma), kepuasan sex, kasih sayang antara suami-istri-anak, adanya keturunan, keamanan rumah tangga, harga diri keluarga, dan eksistensi sosial di masyarakat (yang semuanya disebut Kama).
Praja yang berarti bahwa pernikahan bertujuan untuk melahirkan keturunan yang akan meneruskan roda kehidupan di dunia. Tanpa keturunan, maka roda kehidupan manusia akan punah dan berhenti berputar. sehingga Pernikahan / pawiwahan sangat dimuliakan karena bisa memberi peluang kepada anak/ keturunan untuk melebur dosa-dosa leluhurnya agar bisa menjelma kembali sebagai manusia. Dari perkawinan diharapkan lahir anak keturunan yang dikemudian hari bertugas melakukan Sraddha Pitra Yadnya bagi kedua orang tuanya sehingga arwah mereka dapat mencapai Nirwana. Sebagai orang tua, suami-istri diwajibkan memberikan bimbingan dharma kepada semua keturunan agar mereka kelak dapat meneruskan kehidupan yang harmonis, damai, dan sejahtera. Anak keturunan merupakan kelanjutan dari kehidupan atau eksistensi keluarga. Anak dalam Bahasa Kawi disebut “Putra” asal kata dari “Put” (berarti neraka) dan “Ra” (berarti menyelamatkan). Jadi Putra artinya: “yang menyelamatkan dari neraka”. Suatu kekeliruan istilah di masyarakat dewasa ini, bahwa anak laki-laki dinamakan putra dan anak perempuan dinamakan putri; melihat arti putra seperti di atas, maka putri tidak mempunyai makna apa-apa karena “ri” tidak ada dalam kamus Bahasa Kawi. Pandita berpendapat lebih baik anak perempuan dinamakan Putra Istri, bukannya putri.
Rati yang berarti pernikahan adalah jalan yang sah bagi pasangan mempelai untuk menikmati kehidupan seksual dan kenikmatan duniawi lainnya. Merasakan nikmat duniawi secara sah diyakini akan dapat memberikan ketenangan batin yang pada akhirnya membawa jiwa berevolusi menuju spiritualitas yang meningkat dari waktu kewaktu. Kedua mempelai diharapkan dapat membangun keluarga yang sukinah (selalu harmonis dan berbahagia), laksmi (sejahtera lahir batin), siddhi (teguh, tangguh, tegar, dan kuat menghadapi segala masalah yang menerpa), dan dirgahayu (pernikahan berumur panjang dan tidak akan tercerai berai). Hal ini sesuai dengan mantra yang seringkali kita lantunkan dalam puja bhakti sehari hari: “Om Sarwa Sukinah Bhawantu. Om Laksmi, Sidhis ca Dirgahayuh astu tad astu swaha”.
Keluarga yang berbahagia kekal abadi dapat dicapai bilamana di dalam rumah tangga terjadi keharmonisan serta keseimbangan hak dan kewajiban antara suami dan istri, masing-masing dengan swadharma mereka. Keduanya (suami-istri) haruslah saling isi mengisi, bahu membahu membina rumah tangganya serta mempertahankan keutuhan cintanya dengan berbagai “seni” berumah tangga, antara lain saling menyayangi, saling tenggang rasa, dan saling memperhatikan kehendak masing-masing. Mempersatukan dua pribadi yang berbeda tidaklah gampang, namun jika didasari oleh cinta kasih yang tulus, itu akan mudah dapat dilaksanakan.
Tugas dan Kewajiban Suami
Mameyam astu posyaa, mahyam tvaadaad brhaspatih, mayaa patyaa prajaavati, sam jiiva saradah satam (Atharvaveda XIV.1.52)
“Engkau istriku, yang dianugrahkan Hyang Widhi kepadaku, aku akan mendukung dan melindungimu. Semoga engkau hidup berbahagia bersamaku dan anak keturunan kita sepanjang masa”.
Suami hendaknya berusaha tanpa henti untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi keluarganya, menafkahi istri secara lahir dan batin, merencanakan jumlah keluarga, menjadi pelindung keluarga dan figur yang dihormati dan ditauladani oleh istri dan anak-anaknya.
Tugas dan Kewajiban Istri
Samraajni svasure bhava, samraajni svasrvam bhava, nanandari samraajni bhava, samraajni adhi devrsu (Rgveda X.85.46)
“Wahai mempelai wanita, jadilah nyonya rumah tangga yang sesungguhnya, dampingilah (dengan baik) ayah ibu mertuamu, dampingilah (dengan baik) saudara saudari iparmu”.
Yantri raad yantri asi yamani, dhruvaa asi dharitrii (Yajurveda XIV.22)
“Wahai wanita jadilah pengawas keluarga yang cemerlang, tegakkanlah aturan keluarga, dan jadilah penopang keluarga”.
Viirasuup devakaamaa syonaa, sam no bhava dvipade, sam catuspade (Regveda X.85.43)
“Wahai wanita, lahirkanlah keturunan yang cerdas, gagah, dan berani, pujalah selalu Hyang Widhi, jadilah insan yang ramah dan menyenangkan kepada semua orang, dan peliharalah dengan baik hewan peliharaan keluarga”.

Seorang istri hendaknya selalu setia kepada suami, rajin dan taat dalam menjalankan puja bhakti kepada Hyang Widhi, melahirkan dan memelihara anak-anak agar cerdas gagah dan berani, selalu menopang keluarga dan menjalankan aturan dengan baik, berbicara dengan lemah lembut kepada semua orang, menghormati keluarga mertua, menjaga dan mengatur harta keluarga, tanaman, dan hewan peliharaan milik keluarga dengan baik. Bila demikian, niscaya keluarganya akan bahagia dan sejahtera selalu.
*      JENIS PERKAWINAN
Dalam Kitab Suci Hindu: Manawa Dharmasastra ada delapan cara perkawinan, yaitu:
Brahma Wiwaha: perkawinan terhormat di mana keluarga wanita mengawinkan anaknya kepada pria yang berbudi luhur dan berpendidikan yang dipilih oleh orang tua gadis. (Manawa Dharmasastra Bab III.27)
Ø  Dewa Wiwaha: orang tua mengawinkan anak gadisnya kepada pria yang telah berjasa (non material) kepadanya. (Manawa Dharmasastra Bab III.28)
Ø  Arsa Wiwaha: orang tua mengawinkan anak gadisnya kepada pria yang memberikan sesuatu (material) kepadanya. (Manawa Dharmasastra Bab III.29)
Ø  Prajapatya Wiwaha: perkawinan yang direstui kedua pihak baik dari keluarga laki maupun keluarga wanita. (Manawa Dharmasastra Bab III.30)
Ø  Gandharwa wiwaha: perkawinan atas dasar saling mencinta di mana salah satu atau kedua pihak orang tua tidak turut campur, walaupun mungkin tahu. (Manawa Dharmasastra Bab III.32)
Ø  Upacara Pawiwahan Sadampati
Upacara Pawiwahan Sadampati adalah upacara yang sangat sederhana, biayanya sedikit namun makna yang dikandung sangat tinggi, karena banten (upakara) yang digunakan dalam upacara pawiwahan ini mengandung simbol-simbol yang lengkap. Perkataan Sadampati terdiri dari rangkaian kata-kata: sa-dampa-ti masing-masing kata berarti sebagai berikut: sa = satu; dampa = tempat duduk/ bangku; ti = orang. Keseluruhan berarti: orang-orang yang duduk bersama dalam satu bangku untuk menikah. Acuan upacara ini adalah lontar: Dharma Kauripan.
Urutan Upacara Pernikahan
Upacara di rumah pengantin wanita:
1.       Masewaka / melamar
2.       Madik – Meminang
3.       Mabeakala
4.       Mepamit di mrajan / sanggah
5.       Upacara di rumah pengantin lelaki:
Ritual Pawiwahan
6.       Mareresik
7.       Mapiuning di Sanggar Surya
8.       Upacara suddi-wadhani
9.       Mabeakala
10.   Mapadamel
11.   Metapak oleh kedua orang tua
12.   Mejaya-jaya
13.   Ngaturang ayaban
14.   Natab peras sadampati
15.   Pemuspaan
16.   Nunas wangsuhpada/ bija
Banten yang digunakan sangat sederhana sebagai berikut:
ü  Beakala, simbol pensucian “sukla swanita” (calon jabang bayi) dan sebagai Bhuta saksi, yaitu bagian dari Trisaksi yakni: Bhuta, Dewa, dan Manusa Saksi.
ü  Tegteg daksina peras ajuman masing-masing di Sanggar Surya untuk mohon kesaksian Bhatara Surya/ Siwa, di Lebuh untuk mohon kesaksian Bhatara Wisnu, dan di arepan Pandita untuk mohon pemuput.
ü  Hulu banten berupa tegteg daksina peras ajuman di depan bale pawiwahan.
ü  Dua buah pajegan yaitu pajegan buah-buahan diletakkan di sebelah kanan sebagai simbol pradana, dan pajegan bunga-bungaan disebelah kiri sebagai simbol purusha.
ü  Taledan segi empat sebagai alas banten, simbol catur weda.
ü  Dua buah tumpeng, yaitu merah simbol kama bang (wanita) dan tumpeng putih simbol kama petak (laki-laki).
ü  Satu butir telur bebek rebus simbol calon janin diletakkan di tengah-tengah tumpeng dan ditancapi bunga warna merah dan putih.
ü  Kalungan bunga merah putih simbol kekuatan ikatan perkawinan.
ü  Segehan aperancak sebanyak 5 tanding masing-masing diletakkan dibawah sanggar surya, beakala, bale pawedaan, bale pawiwahan, dan di lebuh, sebagai haturan kepada bhuta kala.
ü  Tegteg daksina peras ajuman di kamar tidur pengantin untuk mohon perlindungan kepada Bethara Semara-Ratih agar pengantin dilindungi dari mara bahaya dalam melaksanakan pawiwahan.
ü  Tata pelaksanaan Upacaranya adalah Pandita ngarga tirta, mareresik, dan mapiuning ke sanggar surya dan lebuh, kemudian pengantin mabeakala, setelah itu pengantin menghadapi bale pawiwahan untuk natab banten pawiwahan sadampati. Sebelumnya pengantin dikalungi bunga.
ü  Setelah natab, telur bebek dikupas dan diberikan makan kepada pengantin; pengantin mejaya-jaya, terus muspa, mabija, mawangsuh pada. Pandita memberikan dharma wacana tentang susila pengantin kepada kedua mempelai. Pandita mapuja banten yang ada di kamar tidur pengantin.
Nb.
Ø  madelokan (kedua mempelai pulang menjengguk keluarga wanita, biasanya dilaksanakan setelah H+3 Pernikahan)
Ø  setiap Desa Adat/Desa Kala Patra di Bali memiliki tata cara upacara perkawinan, tergantung dari kepercayaan masyarakat namun tidak terlepas dari Sastra/Kitab Suci

1 komentar:

  1. Table Games Online for Real Money - CasinoRatSO
    Online slots are a new form of gambling and can sometimes be viewed as a 카운팅 tool to make money at 블랙 잭 룰 casino games. Whether they 리턴 벳 are 바카라사이트 blackjack, poker, 토토커뮤니티 roulette, or

    BalasHapus